Kontroversi Penetapan Awal Bulan Hijriah

‏‏حَدَّثَنَا ‏ ‏آدَمُ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏شُعْبَةُ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ ‏ ‏قَالَ سَمِعْتُ ‏ ‏أَبَا هُرَيْرَةَ ‏ ‏رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ‏ ‏يَقُولُ ‏

‏قَالَ النَّبِيُّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏أَوْ قَالَ قَالَ ‏ ‏أَبُو الْقَاسِمِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ ‏ ‏غُبِّيَ ‏ ‏عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

Dari Hadits tersebut dapat dijelaskan bahwa Rasulullah memerintahkan kita umat muslim yang beriman untuk melaksanakan puasa jika telah melihat “HILAL”,dan juga kita diperintahkan untuk tidak berpuasa (pada awal Syawal) juga jika kita telah melihat “HILAL”.

Pertanyaan yang muncul :

1. Kapan, di mana, dan ke arah mana kita harus melihat HILAL

2. Siapakah yang bisa melihatnya, dengan alat apa yang bisa digunakan?

mari kita bahas satu persatu.

Pada masa Rasulullah pada setiap tanggal 29 tiap bulannya Rasulullah memerintahkan sahabat untuk menuju tempat yang tinggi untuk melihat hilal, apabila sahabat datang dengan berteriak hilal… hilal ….. hilal, maka Rasulullah menetapkan bahwa pada hari besoknya sudah masuk bulan baru.

Dari sejarah itulah kemudian muncul berbagai macam ilmu astronomi untuk dapat mempelajari pergerakan dan peredaran Bulan, Matahari dan Bumi.

Sampai saat ini banyak sekali metode perhitungan yang dikenal sebagai ilmu hisab yang digunakan untuk menghitung secara empiris (ideal) dari keteraturan yang ditetapkan oleh Allah pada benda-benda langit, termasuk Bulan, Matahari dan juga Bumi. Diantaranya adalah metode Sullamu Naiyirain, Ittifaqu datil bain, Ephemeris, dan masih banyak lagi.

Dari berbagai macam ilmu hisab yang ada sekarang ini sebenarnya merupakan alat bantu bagi kita untuk dapat mengetahui kapan, di mana kita dapat melihat hilal tersebut yang dijadikan sebagai patokan atau pedoman bagi kita umat islam untuk menentukan awal bulan hijriah.

ada beberapa metode yang digunakan sebagai penentuan awal bulan hijriah :

1. Hisab ru’yah.

yaitu metode yang digunakan oleh kaum Nahdliyin. dimana ilmu hisab digunakan sebagai alat bantu untuk melaksanakan ru’yah, sehingga ru’yah yang dilaksanakan dapat tepat sasaran pada waktu dan tempat yang tepat sesuai dengan arahnya hilal. sehingga apabila hilal dapat dilihat pada tanggal 29 setiap bulannya maka besoknya sudah masuk bulan baru, namun bila belum terlihat baik karena terhalang mendung (awan) ataupun karena memang tidak mungkin terlihat (imkanur ru’yah) karena ketinggian hilal yang memang masih sangat rendah sehingga pandangan mata tidak mampu untuk melihatnya, maka bulan tersebut disempurnakan (istikmal) 30 hari, baru lusa mulai bulan baru. Dengan metode ini tetap bisa berpedoman pada Hadits Nabi tersebut di atas

‏صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ

puasalah karena melihat hilal, dan tidak berpuasalah kamu karena melihat hilal.

2. Metode wujudul hilal

Metode ini digunakan oleh kaum Muhammadiyah, yang mana dari hasil perhitungan Hisab sudah dapat ditentukan kapan awal bulan hijriyah tanpa harus menunggu pelaksanaan ru’yah. sehingga mereka biasanya awal Ramadlan sudah dapat mengumumkan pelaksanaan hari raya idul fitri tanpa harus menunggu ru’yah meskipun ketinggian hilal masih kecil (< 2 derajat) karena mereka beranggapan hilal sudah berada di atas ufuk (wujudul hilal)

Demikianlah yang dapat kami sampaikan semoga menjadi bahan referensi bagi kita semua untuk dapat melaksanakan hukum islam dengan baik dan menambah keyakinan kita pada Allah dan menambah kesempurnaan ibadah kita. amin